Beranda | Artikel
Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah
Kamis, 27 Oktober 2016

oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Mukadimah

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam, yang telah menunjukkan kepada kita hidayah Islam. “Dan kami tidak akan bisa mengikuti hidayah kalau Allah tidak berikan petunjuk kepada kami.” (al-A’raaf : 43). Kami memohon kepada-Nya untuk meneguhkan kami di atasnya sampai kematian tiba. Seperti yang difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk Islam.” (Ali ‘Imran : 102). Dan semoga Allah tidak menyimpangkan hati kita setelah Dia berikan hidayah kepada kita. “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami.” (Ali ‘Imran : 8)

Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita dan teladan kita serta orang yang kita cintai Muhammad utusan Allah yang telah diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi segenap manusia, dan semoga Allah meridhai para sahabatnya; orang-orang yang baik dan bersih baik kaum Muhajirin maupun Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik selama masih ada silih bergantinya siang dan malam. Dan sesudah itu :

Berikut ini kalimat-kalimat yang ringkas untuk menjelaskan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Faktor yang mendorong ditulisnya risalah ini adalah karena melihat apa yang dialami oleh umat Islam di masa kini yaitu berupa perpecahan dan perselisihan; yang hal ini tercermin dalam banyaknya firqah/aliran sesat kontemporer dan jama’ah-jama’ah yang berselisih. Masing-masing mengajak kepada ajarannya dan merekomendasikan kelompoknya sendiri.

Sampai-sampai seorang muslim yang tidak paham (jahil) berada dalam kebingungan dalam urusannya, siapa yang harus dia ikuti? Kepada siapa dia harus meneladani? Dan sampai-sampai orang kafir yang ingin masuk Islam tidak bisa mengerti manakah Islam yang benar yang pernah dibaca dan didengar olehnya. Yaitu Islam yang ditunjukkan oleh al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Islam yang diaplikasikan dalam kehidupan para sahabat yang mulia dan dijadikan sebagai jalan hidup oleh generasi-generasi yang paling utama.

Dia hanya melihat Islam yang dominan ini tanpa ada orang yang layak menyandang namanya -sebagaimana dikatakan oleh seorang tokoh Orientalis- ‘Islam telah tertutupi’ maksudnya tertutupi oleh orang-orang yang menyandarkan diri kepadanya tetapi tidak menerapkan hakikat ajarannya. Kita tidak mengatakan Islam secara total telah tertutupi, karena sesungguhnya Allah subhanahu telah menjamin eksistensinya dengan keberadaan kitab-Nya, sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur’an) ini dan Kami pula yang akan menjaganya.” (al-Hijr : 9)

Dan Allah juga menjamin eksistensi agama ini dengan adanya jama’ah dari kaum muslimin yang menerapkan, menjaga dan membelanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Allah cinta kepada mereka dan mereka pun cinta kepada-Nya, mereka rendah hati kepada kaum beriman dan mulia/tegas di hadapan orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah dan tidak merasa takut dari celaan orang yang mencela.” (al-Ma’idah : 5)

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Jika kalian berpaling mundur niscaya Allah akan menggantikan kalian dengan orang/kaum yang lain kemudian mereka tidak akan menjadi seperti kalian.” (Muhammad : 38)

Benar, jama’ah itu adalah yang dikatakan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Akan senantiasa ada diantara umatku ini sekelompok orang yang tegak di atas kebenaran dan berjaya, tidak akan membahayakan mereka siapa pun yang menelantarkan mereka ataupun menyelisihi mereka sampai datangnya ketetapan Allah tabaraka wa ta’ala sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian.” (HR. Bukhari [7311], Muslim [5059], Abu Dawud [4254], Tirmidzi [2229], Ibnu Majah [6], dan Ahmad [4/97])

Dari sinilah wajib atas kita untuk mengenali jama’ah yang diberkahi ini yang mencerminkan ajaran Islam yang lurus -semoga Allah menjadikan kita termasuk di dalamnya- supaya orang-orang yang ingin mengenali Islam yang sahih bisa mengetahuinya dan mengenal orang-orang yang mengikuti ajarannya dengan sebenarnya agar dia bisa meneladani mereka dan berjalan di dalam rombongan mereka dan supaya bisa bergabung dengannya siapa saja dari orang-orang kafir yang ingin masuk ke dalam agama Islam.

14718686_1803714443177090_1758038350701659065_n

al-Firqah an-Najiyah Ahlus Sunnah wal Jama’ah 

Dahulu umat Islam di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah umat yang satu. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya umat kalian ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Rabb kalian, maka sembahlah Aku.” (al-Anbiya’ : 92). Betapa sering orang-orang Yahudi dan kaum munafik berusaha untuk memecah-belah kaum muslimin di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi mereka tidak mampu.

Orang-orang munafik mengatakan (yang artinya), “Jangan kalian berikan nafkah kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah itu supaya mereka bubar.” Maka Allah pun membantah mereka dengan firman-Nya (yang artinya), “Milik Allah semata perbendaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” (al-Munafiqun : 7)

Orang-orang Yahudi pun berupaya untuk memecah-belah kaum muslimin dan mengeluarkan mereka dari agama mereka. “Sekelompok orang dari ahli kitab mengatakan ‘Berimanlah kalian kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman itu di awal siang dan ingkarilah ia di akhirnya, mudah-mudahan mereka menjadi kembali/murtad.’.” (Ali ‘Imran : 72)

Akan tetapi rencana mereka itu tidak berhasil. Karena Allah telah menyingkapnya dan membongkar kejahatan mereka. Kemudian mereka pun berusaha kedua kalinya untuk itu. Mereka mulai membangkitkan ingatan kaum Anshar terhadap permusuhan dan peperangan yang telah terjadi sekian lama diantara mereka ketika belum datang Islam. Mereka ingin menyalakan ingatan kaum Anshar itu terhadap ucapan-ucapan sya’ir yang mereka lontarkan dalam perseteruan yang terjadi diantara mereka kala itu. Maka Allah pun menyingkap rencana mereka itu dengan firman-Nya ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menaati sebagian kelompok dari orang-orang yang diberikan kitab itu (ahli kitab) niscaya mereka akan membuat kalian kembali/murtad setelah keimanan kalian sehingga menjadi kafir.” (Ali ‘Imran : 100) sampai firman Allah (yang artinya), “Pada hari [kiamat] itu menjadi putih bersih sebagian wajah-wajah dan menjadi hitam legam sebagian wajah-wajah lainnya.” (Ali ‘Imran : 106)

Dan datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum Anshar sembari mengingatkan mereka dan memberikan nasihat tentang besarnya nikmat Islam dan persatuan yang telah terbentuk berkat Islam ini setelah sebelumnya mereka tercerai-berai. Maka mereka pun saling berjabat-tangan dan berpelukan (lihat Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah [2/90] dan Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi, hal. 149-150). Sehingga gagallah rencana kaum Yahudi. Dan kaum muslimin ketika itu tetap terjaga sebagai umat yang bersatu-padu.

Allah telah memerintahkan mereka bersatu di atas kebenaran dan melarang mereka dari perselisihan dan perpecahan. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan.” (Ali ‘Imran : 105). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Berpegang-teguhlah dengan tali Allah secara bersama-sama dan janganlah kalian berpecah-belah.” (Ali ‘Imran : 103)

[Bersambung insya Allah]


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/pokok-pokok-aqidah-ahlus-sunnah-2/